Pangkalpinang, -Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Narkotika Kelas IIA Pangkalpinang diduga menjadi sarang peredaran narkoba setelah terungkapnya kasus narapidana bernama BL yang mengendalikan peredaran narkoba dari dalam lapas. Dugaan ini diperkuat dengan adanya bukti chat WhatsApp antara BL dengan seseorang yang memesan narkoba. Sabtu(14-06-2025)
Menurut informasi, BL yang menghuni Blok Diponegoro (DP) di Lapas Narkotika Pangkalpinang, menggunakan handphone untuk mengendalikan peredaran narkoba. Padahal, penggunaan handphone oleh narapidana di dalam lapas merupakan pelanggaran terhadap aturan yang berlaku.
Kasus ini menimbulkan pertanyaan tentang efektivitas pengawasan di Lapas Narkotika Pangkalpinang dan kemungkinan adanya keterlibatan petugas lapas dalam membiarkan narapidana menggunakan handphone. Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia telah menegaskan bahwa tidak ada alasan bagi narapidana untuk menggunakan handphone di dalam kamar hunian, dan mengutuk keras praktik narkoba yang dikendalikan dari dalam lapas.
"Penggunaan handphone oleh narapidana di dalam lapas adalah pelanggaran serius dan tidak dapat ditolerir," kata Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia. "Jika terbukti adanya keterlibatan petugas lapas dalam membiarkan narapidana menggunakan handphone, maka konsekuensinya adalah pemecatan."
Diketahui jika para petugas lapas narkotika kelas IIa Pangkalpinang menggaungkan telah menjalankan program dengan melaksanakan giat rutin razia di kamar hunian,namun menurut informasi giat razia tersebut hanya lah suatu pencitraan lapas kelas IIa Pangkalpinang saja,informasi yang di ketahui blok atau kamar hunian yang dilakukan razia hanya lah blok atau kamar yang tidak koordinasi dalam penggunaan handphone dan apabila dilakukan razia terhadap blok atau kamar yang koordinasi dalam penggunaan handphone dapat dipastikan sudah bocor terlebih dahulu dan hasil dari razia tersebut sudah dapat dipastikan tidak akan mendapatkan handphone hanya temuan barang-barang biasa saja,seperti korek gas,kaca dll.
Kasus ini juga menimbulkan pertanyaan tentang komitmen lembaga pemasyarakatan dalam mendukung program pemerintah memberantas peredaran narkoba. Pemerintah telah menyatakan perang terhadap narkoba, namun jika lembaga pemasyarakatan tidak dapat menjalankan fungsinya dengan baik, maka upaya pemberantasan narkoba akan terhambat.
Untuk memastikan transparansi dan keadilan, perlu dilakukan investigasi lebih lanjut terhadap kasus ini. Investigasi ini diharapkan dapat mengungkapkan fakta-fakta yang sebenarnya dan mengidentifikasi pihak-pihak yang bertanggung jawab.
Kasus ini juga menunjukkan bahwa pemberantasan narkoba memerlukan pendekatan yang lebih komprehensif dan melibatkan semua pihak, termasuk lembaga pemasyarakatan. Pemerintah perlu memastikan bahwa lembaga pemasyarakatan benar-benar berfungsi sebagai tempat pembinaan dan rehabilitasi bagi narapidana, bukan sebagai sarang peredaran narkoba.
Dengan demikian, diharapkan kasus ini dapat menjadi pelajaran bagi semua pihak untuk meningkatkan kewaspadaan dan komitmen dalam memberantas peredaran narkoba di Indonesia.(tim)