Palembang || Investigasi 86 News
Polemik pegawai honorer yang tidak lulus seleksi Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) 2024 menjadi isu hangat di Kota Palembang.
Ketua Lentera Hijau Sriwijaya, Febri, menyerukan agar Penjabat (PJ) Walikota Palembang dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) segera mencari jalan keluar atas persoalan ini.
Menurut Febri, pemerintah perlu mempertimbangkan pengangkatan tenaga honorer yang gagal seleksi menjadi PPPK paruh waktu.
Solusi ini dianggap mampu mengakomodasi kebutuhan tenaga kerja di sektor pelayanan publik sekaligus memberi kepastian nasib kepada para honorer.
“Kami mendesak pemerintah agar segera melakukan kajian mendalam dan memberikan solusi nyata. Ini bukan hanya tentang pekerjaan, tapi juga rasa keadilan dan kemanusiaan,” tegas Febri
Keterbatasan Anggaran dan Program Tak Prioritas
Salah satu hambatan terbesar adalah keterbatasan anggaran. Febri menyarankan agar pemerintah memangkas program-program yang belum mendesak dan mengalokasikan dana tersebut untuk mendukung pengangkatan tenaga honorer. “Anggaran bisa dioptimalkan jika pemerintah berani menunda program yang sifatnya seremonial atau kurang relevan saat ini,” ujarnya.
Ia menambahkan bahwa langkah ini harus disertai usulan yang matang ke legislatif untuk mendapatkan persetujuan bersama. Dengan demikian, kebijakan yang diambil dapat memiliki landasan hukum yang kuat dan minim konflik di masa depan.
Cemburu Sosial dan Dugaan Praktik Kecurangan
Situasi semakin rumit dengan munculnya kecemburuan sosial di kalangan tenaga honorer. Mereka yang diterima menjadi PPPK kerap dianggap mendapat “keistimewaan,” sementara yang gagal merasa diabaikan. Febri mengungkapkan adanya indikasi intervensi dan dugaan gratifikasi dalam proses seleksi ini.
“Kami meminta Inspektorat, BKSDM, dan dinas terkait untuk menyelidiki dugaan ini secara menyeluruh. Jika terbukti ada kecurangan, harus ada tindakan tegas agar kepercayaan masyarakat tidak semakin terkikis,” tegasnya.
Harapan untuk Masa Depan Honorer
Febri menilai bahwa transparansi dan kesetaraan adalah kunci utama untuk menyelesaikan masalah ini. Pemerintah tidak hanya dituntut menyelesaikan polemik saat ini, tetapi juga menciptakan sistem yang lebih adil di masa depan.
Honorer adalah tulang punggung pelayanan publik di Palembang. Jangan sampai mereka menjadi korban sistem yang tidak berpihak kepada mereka,” pungkas Febri.
Dengan tekanan dari berbagai pihak, kini bola panas berada di tangan PJ Walikota Palembang dan DPRD. Akankah mereka mampu menemukan solusi yang adil dan berkelanjutan? Masyarakat menanti jawaban.
(RIZAL)