Jakarta, investigasi86news- Gede Angastia alias Anggas, pelapor utama kasus dugaan penyalahgunaan jabatan oleh Gde Sumarjaya Linggih (GSL) alias Demer, akhirnya angkat bicara secara terbuka. Dengan nada tegas dan penuh keyakinan, Gede memastikan bahwa laporan yang ia ajukan ke Kejaksaan Agung kini telah naik ke tahap serius di Jampidsus (Jaksa Agung Muda Pidana Khusus).
"Laporan saya sudah diterima dan dipertanyakan di Jampidsus. GSL akan kembali diperiksa, tinggal tunggu jadwal pemanggilan. Kali ini, tidak ada tempat untuk ngeles," tegas Gede Anggas, Ketika dihubungi awak media, Rabu ( 18/6/2025 )
Anggas menyoroti bahwa GSL diduga kuat telah melanggar Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 Pasal 236 Ayat 2, yang secara jelas melarang anggota legislatif merangkap jabatan sebagai komisaris di perusahaan swasta.
"KPK tidak mendalami pelanggaran ini. Padahal jelas, GSL merangkap jabatan sebagai komisaris di PT EKI. Ini pelanggaran etik dan pidana yang tidak bisa dibiarkan," lanjutnya.
Yang membuat kasus ini semakin mencurigakan, menurut Anggas, adalah posisi GSL sebagai Komisaris di PT EKI yang belum berizin dan tidak memiliki kelayakan dalam pengadaan alat kesehatan, termasuk APD. PT EKI sendiri, kata Anggas, seharusnya bergerak di sektor perpipaan, bukan alat kesehatan.
"Bagaimana bisa perusahaan pipa mendadak dapat proyek APD? Ini bukan hanya soal maladministrasi, tapi dugaan pengkondisian proyek dengan syarat kepentingan yang jelas," ungkap Anggas
Lucunya, GSL sempat mengelak saat pertama kali disinggung keterlibatannya dalam perusahaan tersebut. Ia berdalih hanya ‘dipinjam’ namanya. Namun Anggas membongkar akta pendirian PT EKI yang ia peroleh dari Kemenkumham. Dari situ, peran GSL sebagai Komisaris tak terbantahkan.
“Begitu saya bongkar akta PT EKI, mereka panik. Awalnya bilang nggak tahu, tapi belakangan ngaku hanya tiga bulan jadi komisaris. Tapi anehnya, delapan hari setelah masuk jadi komisaris, langsung ditunjuk sebagai penyedia APD oleh Kemenkes. KPK tidak menelisik elemen of interest ini," sindir Anggas tajam.
Ia menekankan, proses hukum kini tengah berjalan di Kejaksaan Agung, dan tidak akan bisa dihentikan oleh akrobat politik atau drama pembelaan diri. Gede juga mendesak Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) DPR RI untuk segera bertindak.
Sementara Sekretaris Garda Tipikor Indonesia ( GTI ) mengatakan Kasus ini menjadi perhatian publik, apalagi dalam konteks desakan penegakan hukum tegas terhadap korupsi di masa pandemi. Bila terbukti, GSL bisa dijerat pasal berat, bahkan hukuman mati sesuai dengan kebijakan pemerintah terhadap koruptor anggaran COVID-19.
Harapan Sekretaris Garda Tipikor Indonesia ( GTI ) besar kini tertuju pada Kejaksaan Agung Republik Indonesia. Di tengah kompleksitas persoalan hukum dan sosial yang masih membayangi negeri ini, Kejaksaan diharapkan mampu terus berdiri di garda terdepan, menjadi pelindung kepentingan rakyat, dan menegakkan hukum secara adil, terutama dalam hal pemberantasan korupsi yang selama ini menjadi akar penghambat kesejahteraan bangsa.
Sekretaris Garda Tipikor Indonesia ( GTI ), menyampaikan bahwa korupsi bukan hanya kejahatan negara, melainkan bentuk pengkhianatan terhadap hak-hak dasar masyarakat. Ia menekankan bahwa selama praktik korupsi masih dibiarkan merajalela, maka impian Indonesia untuk menjadi negara maju, adil, dan sejahtera akan terus tertunda.
Deri menyatakan kasus korupsi diera covid 19 mestinya hakim menjatuhkan hukuman mati, dan harus ditelusuri aktor intlektualnya.
Pelapor Utama dari Bali Gede Angastia ( Anggas ) yang pernah tinggal di Negeri Paman SAM ( Miami Florida USA ) mengatakan dalam jumpa pers dan juga disampaikan saat di DPR RI maupun Kejagung benang merahnya adalah pejabat negara merangkap jabatan adalah tindakan melanggar UU Nepotisme, Korupsi dan Kolusi yaitu UU NO 17 tahun 2014 , dan Garda Tipikor Indonesia ( GTI ) juga mendesak siapapun yang terlibat harus diproses belum lagi PT EKI sangat tidak layak mendapatkan penunjukkan langsung dari kementrian kesehatan terkait pengadaan APD Covid 19 karena PT EKI adalah PT yang bergerak pengadaan Pipa, Ini jelas jelas penipuan administrasi negara dapat dikelabui, anehnya aktornya anggota DPR RI yang masih aktif dan menjabat sebagai Wakil Ketua Komisi VI yang membidangi BUMN & PERDAGANGAN, ini mestinya diusut tuntas bukan soal melanggar kode etik, tapi harus di pecat dari ke anggota DPR RI karena rangkap jabatan.
(*/red/**)