CIMAHI | Anggota dewan kini tengah berada di pusaran sorotan publik. Bukan karena prestasi, melainkan kontroversi tunjangan bernilai fantastis yang melekat pada jabatan mereka.
Gelombang kritik menguat setelah isu serupa di tingkat pusat memicu unjuk rasa hingga kerusuhan di sejumlah daerah.
Fenomena itu turut menyeret perhatian ke Kota Cimahi. Berdasarkan Peraturan Wali Kota (Perwal) Nomor 4 Tahun 2023, besaran tunjangan bagi pimpinan dan anggota DPRD Cimahi mencapai angka puluhan juta rupiah setiap bulannya.
Misalnya, Ketua DPRD Cimahi menerima tunjangan perumahan Rp47 juta per bulan, wakil ketua Rp42 juta, dan anggota Rp40 juta.
Selain itu, ada pula tunjangan transportasi yang berkisar antara Rp17,5 juta hingga Rp20 juta per bulan, disesuaikan dengan kapasitas kendaraan.
Ketua DPRD Cimahi, Wahyu Widyatmoko, menegaskan bahwa tunjangan tersebut bukanlah fasilitas berlebihan, melainkan hak yang dijamin oleh regulasi.
“Ini juga karena pemerintah belum menyediakan rumah dinas bagi kami. Sifatnya sama dengan eksekutif,” ujarnya, Rabu (10/9/2025).
Penetapan besaran tunjangan, lanjut Wahyu, dilakukan oleh tim appraisal independen dengan mempertimbangkan asas kepatutan, kewajaran, dan tidak melebihi standar yang berlaku di DPRD Jawa Barat.
Selain tunjangan rumah dan transportasi, ada pula tunjangan komunikasi intensif sebesar Rp10,5 juta per bulan, dana operasional hingga Rp8,4 juta, serta tunjangan reses dengan nilai serupa.
Berikut rincian tunjangan DPRD Cimahi berdasarkan Perwal Nomor 4 Tahun 2023:
1. Tunjangan Perumahan
Ketua: Rp47 juta/bulan
Wakil Ketua: Rp42 juta/bulan
Anggota: Rp40 juta/bulan
2. Tunjangan Transportasi
Ketua: Rp20 juta/bulan
Wakil Ketua: Rp18,5 juta/bulan
Anggota: Rp17,5 juta/bulan
3. Dana Operasional
Ketua: Rp8,4 juta/bulan
Wakil Ketua: Rp4,2 juta/bulan
4. Tunjangan Komunikasi Intensif
Ketua, Wakil Ketua, Anggota: Rp10,5 juta/bulan
5. Tunjangan Reses
Ketua, Wakil Ketua, Anggota: Rp10,5 juta/bulan
Besaran tunjangan tersebut kini menjadi bahan perdebatan publik.
Di satu sisi, diakui sebagai hak legal para legislator, namun di sisi lain dinilai kontras dengan kondisi masyarakat yang masih berjuang menghadapi tekanan ekonomi.
(Anas)