KERANGAN – Konflik terkait aktivitas penambangan ilegal di laut Kerangan semakin memanas. Ratusan warga Kerangan menuntut agar aparat segera membubarkan kegiatan penambangan timah tanpa izin (ilegal) yang merusak lingkungan pesisir dan memicu keresahan sosial. Tuntutan warga ini diperkuat dengan munculnya dugaan praktik pungutan pembohong (pungli) yang melibatkan oknum perangkat desa setempat.
Para penambang ilegal di lokasi tersebut mengakui adanya setoran sebesar Rp 800.000, yang menurut pengakuan mereka, uang tersebut diserahkan kepada oknum warga yang bertindak sebagai koordinator lapangan. Namun, ada dugaan bahwa setoran tersebut mengalir dan melibatkan perangkat desa.
"Kami diminta setor Rp 800 ribu, katanya untuk 'pengamanan' dan dibagi ke warga. Tapi yang jelas, uang itu disetor ke oknum yang mengatasnamakan warga," ujar salah satu penambang yang enggan disebutkan namanya.
Dugaan keterlibatan ini mengarah pada oknum perangkat desa, termasuk pengurus RW setempat. Saat dikonfirmasi, oknum RW tersebut berdalih hanya “mengetahui saja” adanya aktivitas dan setoran tersebut, namun membantah terlibat langsung dalam pengumpulan uang.
"Saya cuma tahu ada kegiatan itu dan ada semacam uang yang beredar. Tapi saya tidak terlibat mengumpulkan atau menyetor. Itu urusan oknum warga," kilah oknum RW tersebut.
Pernyataan ini kontras dengan kepentingan warga yang merasa nama mereka ditujukan untuk memuluskan praktik ilegal dan pungli tersebut. Warga Kerangan menegaskan bahwa mereka tidak pernah memberikan izin atau mandat kepada siapa pun untuk melegalkan penambangan ilegal di perairan mereka.
"Kami tidak menerima laut kami dirusak. Apalagi nama kami dipakai untuk menarik pungli. Kami meminta aparat usut tuntas, bubarkan tambang ini, dan tindak oknum yang bermain di belakang layar," tegas seorang tokoh masyarakat Kerangan dalam pertemuan darurat dengan media.
Aktivitas penambangan ilegal di perairan Kerangan mengancam akan merusak ekosistem laut yang menjadi tumpuan nelayan serta mengancam potensi wisata bahari di wilayah tersebut. Warga mendesak pihak kepolisian dan pemerintah daerah untuk segera turun tangan, menghentikan operasi penambangan, dan memproses hukum semua pihak yang terlibat, termasuk oknum perangkat desa yang diduga ikut memfasilitasi pungli.(Tim)